Ramadhan, awal dari segala kebaikan dan akhir dari segala keburukan
Alhamdulillah,
Ramadhan yang selama ini kita nanti kini telah tiba, dan begitulah waktu terus
berlalu hingga tidak terasa ramadhan itupun telah berlalu beberapa hari. Lantas
sudahkah hari yang sudah berlalu itu memberikan arti bagi keimanan dan
keislaman kita ??
karenanya
Rosululloh shollahu’alaihi wasallam memberikan arahan kepada kita terkait bulan
Ramadhan ini, sebagaimana yang dirawayatkan oleh Tirmidzi
وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ
رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
….dan celakalah seseorang, Bulan Ramadhan
menemuinya kemudian keluar sebelum ia mendapatkan ampunan (HR : At Tirmidzi)
Hadist ini mejelaskan kepada kita tentang sebuah
kerugian yang teramat besar bagi setiap muslim yang apabila Ramadhan datang dan
berlalu namun dosanya tidak diampuni, padahal kita tau ALLAH Ta’ala tidak
memberikan sedetikpun waktu pada saat bulan Ramadhan melainkan disana ada peluang
terampuninya dosa. Itulah mengapa Romadhon menjadi akhir dari segala keburukan,
setiap muslim harusnya menjadikan romadhon ini sebagai momentum pemsucian diri
dari segala dosa juga momentum memperbaiki diri dari setiap prilaku atau
kebiasaan buruk seorang muslim. Dalam
kitab “Mirqaat al-Mafaatiih” (II/744) wa raghima anfu” (celaka) memiliki
beberapa makna yang terkandung dari kata ini, yaitu : hina, rendah, celaka dan
rugi. Jadi, orang yang tidak pandai memanfatkan momentum Ramadhan akan hina,
rendah, celaka dan rugi di hadapan Allah Ta’ala.
Dalam hadist lain rosululloh juga menyapaikan tentang
begitu baiknya ALLAH ta’ala dengan memberikan balasan atas perbuatan baik yang
teramat banyak. Tidak ada satupun perbuatan baik melainkan ALLAH balas dengan
balasaan yang jauh melebihi kadar perbuatan tersebut, sebagaimana hadist yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah :
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ
أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ
الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ
أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ
لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia
akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus
kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa.
Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya.
Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang
yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia
berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang
yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.”
(HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan,
“Sebagaimana pahala amalan puasa akan berlipat-lipat dibanding amalan lainnya,
maka puasa di bulan Ramadhan lebih berlipat pahalanya dibanding puasa di bulan
lainnya. Ini semua bisa terjadi karena mulianya bulan Ramadhan dan puasa yang
dilakukan adalah puasa yang diwajibkan oleh Allah pada hamba-Nya. Allah pun
menjadikan puasa di bulan Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam, tiang penegak
Islam.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 271)
Hal inilah yang membuat para sahabat Rosululloh yang
mulia sangat memberikan perhatianya kepada bulan Ramadhan, bahkan sebagai
mereka mempersiapkan waktu selama enam bulan untuk membersamai ramdhan, segala
hal yang dapat mennganggu optimalisasi ibadah pada bulan Ramadhan mereka
selesaikan jauh jauh hari sebelum Ramadhan, mereka juga meluangkan waktu enam
bulan setelahnya untuk menjaga keistiqomahan amal yang sudah dilaksanakan pada
saat bulan Ramadhan, sehingga mereka benar benar berharap ALLAH akan menerima
amal mereka selama bulan Ramadhan.
Maka bagi kita seorang muslim semoga dapat mengambil contoh dari
rosulullah dan para sahabatnya dalalm
menyikapi bulan Ramadhan, dan benarlah adanya jika Ramadhan itu dikatakan menjadi
akhir dari segala keburukan dan awal dari segala kebaikan. Hingga akhirnya
nanti kita menjadi manusia yang fitri, manusia yang seperti kembali terlahir di
dunia ini, manusia yang siap menyongsong hari esok dengan jiwa dan fikiran yang
bersih, penuh degnan fitrah kebaikan yang sudah ALLAH tanamkan dalam diri
setiap muslim. Wallaua’lam bisshowab
Komentar