Manajemen Sintesa

Manajemen Sintesa


Di pelajaran IPA  ketika  SMP dulu, istilah ini dipekenalkan kepada kita. Sintesa merupakan perpaduan antara tesa dan antitesa. Apa itu tesa dan anti tesa? Wah, saya kagak membahas detil masalah ini, lha wong nilai IPA saya saja dulu  sangat pas pasan kok, kalau gak mau dibilang memprihatinkan.  Saya anggap semua sudah paham maknanya. Mas bro n mba sis kan pinter semua.

Ternyata, eee . . . . . . ternyata  . . . . . . dalam Al Qur’an pun diajarkan tentang teori sintesa ini. Dalam Surat Al Baqoroh ayat 195, Allah SWT berfirman : “Dan belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah. Dan janganlah kamu  menjerumuskan dirimu sendiri dalam kebinasaan. Berbuatlah yang terbaik, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat terbaik.”

Nyuwun sewu, terpaksa berlagak seperti ustadz untuk sharing asbabun nuzul ayat ini. Ra po po, kata Mas Wid tetangga saya, mengutip salah satu jorgon penggede negeri ini dulu. Ayat ini berkenaan dengan permintaan salah seorang sahabat Anshor yang mulia, yakni Abu Ayyub Al Anshori ra kepada Rasulullah saw, kira-kira begini katanya :

“Wahai Rasulullah, ijinkanlah kami kaum Anshor untuk beristirahat sejenak saja dari zakat, infaq, sodaqoh, agar kami bisa memperbaiki kondisi perniagaan kami yang banyak terbengkalai setelah sekian lama kami membersamaimu.”

Itu adalah permohonan yang manusiawi, realistis dan bukan mengada-ada. Lha wong, para sahabat Anshor radiallahu anhum itu sejak awal dakwah Rasulullah saw telah secara konsisten membela dan berjuang bersama Rasulullah saw, bahkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, diantaranya dengan peristiwa janji setia Baitul Aqobah pertama dan kedua. Ketika Rasulullah hijrah kaum Anshor mengikhlaskan separuh dari hartanya untuk dibagikan kepada kaum Muhajirin. Kemudian turut serta bersama para sahabat yang lain dalam berbagai medan pertempuran dan medan perjuangan. Sehingga sebagian besar perniagaan dan bisnis kaum Anshor banyak yang terbengkalai karena tuntutan dakwah.

Karenanya Rasulullah saw tidak bisa segera menjawab permintaan ini. Sampai kemudian turunlah ayat ini.

Betapa luar biasanya…. Minta rehat sejenak dari zakat, infaq, sodaqoh. Malah dijawab dengan  perintah untuk membelanjakan harta bendanya di jalan Allah SWT. Perintahnya tegas lagi, gak ada tawar menawar. Sebab seandainya itu tidak dilakukan, maka sama saja dengan menjerumuskan diri sendiri dalam kebinasaan.

Lalu apa hubungannya peristiwa itu dengan teori sintesa ? Sabar bro. Woles. Kita kupas pelan pelan, kayak ngupas buah mangga. Permohonan untuk rehat sejenak saja dari zakat, infaq, sodaqoh adalah tesa. Antitesanya adalah jawaban Allah SWT, yang bukan hanya menolak permohonan tersebut, namun justru mewajibkan  pemohonnya untuk sesegera mungkin, dalam kesempatan pertama, mengutip istilah dalam militer, untuk melaksanakan zakat, infaq, sodaqoh dengan kualitas yang paling baik. Kalau tidak ingin dikategorikan sebagai orang yang bunuh diri. Ini sangat serius konsekuensinya. Karena kita telah sama sama  mafhum apa konsekuensi orang yang bunuh diri.

Sintesanya adalah Abu Ayyub ra dan kaum Anshor memperoleh keberkahan sejak dahulu, sekarang, maupun masa yang akan datang, karena ketaatan mereka melaksanakan perintah tersebut. Ketaatan mereka diabadikan dalam Al Qur’an sebagai kisah penuh pelajaran dan inspirasi.

Masih banyak sebenarnya  contoh contoh sintesa seperti itu. Salah satunya ini ; Islam adalah perpaduan antara nilai-nilai yang baku, dengan nilai-nilai yang dinamis. Yang baku adalah ibadah mahdoh, ibadah yang telah ditetapkan rukun rukunnya. Seperti sholat, zakat, haji dsb. Dari dulu, sekarang sampai kiamat nanti tidak akan berubah. Itu unsur tesanya.

Yang dinamis adalah ibadah ghoiru mahdoh, ibadah yang tidak ditetapkan rukun-rukunnya, seperti berakhlak mulia, muamalah dengan orang lain dsb. Artinya yang menyangkut sarana ibadah itu sangat dinamis. Contohnya dulu hampir setiap masjid dibuatkan menara sebagai sarana agar muadzin untuk adzan agar bisa didengar banyak orang. Dengan adanya teknologi sound system yang canggih, sekarang muadzin kagak perlu lagi naik turun menara, bisa kumat itu asam urat kalau musti adzan dari atas menara. Itu antitesanya.

Sintesanya ? Karena perpaduan itu maka Islam menjadi, menurut istilah teman SMP saya Mas Abdul Cholid yang sekarang jadi ustadz, syamil mutakamil. Yakni nilai nilai ajaran yang paripurna, lengkap, komplit, dst. Senantiasa menjaga orisinalitas, tapi di sisi lain juga membuka peluang selebar-lebarnya untuk inovasi, eksplorasi, ijtihad, penemuan dan pengambangan iptek, de el el.

Terakhir nih. Ada kaedah dalam Islam : kalo mau kaya dan bahagia, maka berzakat, berinfaq, dan bersodaqohlah. Sintesanya : berkah dan bahagia.

Ini fakta, ini realita, bukan ngarang, ora ngapusi, walaupun tak bisa dijelaskan oleh teori ekonomi maupun rumus matematika, daftar orang terkaya di dunia menurut Majalah Forbes, hampir semuanya memiliki yayasan non profit yang bergerak di bidang iptek, kemanusiaan, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dll. Dana ini bukan diambil dari CSR perusahaan mereka, tapi langsung dari kantung mereka pribadi. Kenapa? Karena mereka meyakini teori sintesa ini.
Kagak percaya ? Bisa ditanyakan sendiri langsung  sama orangnya.

Wallahu’alam 


Penulis :

Drs. H. Totok Prasojo





Ayo share artikel ini melalui sosial media kamu dengan klik salah satu tombol di sebelah kanan layar. Terimakasih & Semangat Berwakaf Amazing People!

Komentar

Silakan Masukan Komentar ...

Artikel Terkait


Donasi