Refleksi Hari Pendidikan Nasional "Pendidikan Nilai"

Refleksi Hari Pendidikan Nasional "Pendidikan Nilai"


Oh ayah... Oh ibu...

Dengarlah rintihan dan luahan hatiku

Yang dahaga kasih

Jiwaku merasa tersiksa

Ketandusan kasihmu

Marilah kita bina bersama-sama

Keluarga bahagia...

 

(Lirik Lagu Keluarga Bahagia ~ Saujana~:))

 

Sekolah adalah tempat kedua bagi anak dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar bagi pembentukan dan perkembangan potensi yang dimilikinya. Segala rutinitas dan kegiatan dilakukan, dengan interaksi social diantara mereka sehingga terbentuk karakter anak selain kompetensi yang dimilikinya.


Sejatinya pendidikan terbaik adalah tetap di rumah. Dalam bimbingan keluarga, Ayah, Ibu, kakak dan adik serta lingkungan rumah yang akan membentuknya lebih purna.  

 

Di era musibah pandemik global ini, Alloh seakan memberikan banyak hikmah kepada kita semua. Tidak hanya dari sisi perubahan iklim alam bumi yang dibersihkan dari polusi, pola kesehatan, ekonomi, namun kegiatan belajar pun berubah. Yaa … semua dikerjakan di rumah, bahasa lainnya adalah WFH (Work From Home). Ayah bekerja dari rumah, sekolah pun di rumah. Jadilah fungsi keluarga menjadi utuh. Ayah yang biasa pergi pagi pulang malam, sekarang menjadi imam penuh bagi keluarganya. Demikian pula fungsi Ibu, anak dan masyarakat semua kembali kepada sejatinya. Kembali dalam fitrahnya Allah S.W.T. Mengapa pendidikan keluarga sangat penting ??

 

            Keluarga adalah ruang pendidikan pertama yang membentuk ruh spiritual dan moral seorang anak bangsa. Pendidikan nilai di dalam keluarga merupakan pondasi utama bagi bertahannya seseorang yang bermartabat dan memiliki eksistensi diri yang utuh. Pendidikan nilai ini harus dimulai dan dibingkai dalam kehidupan keluarga.

 

            Dari keluarga inilah segala sesuatu tentang pendidikan bermula. Apabila salah dalam pendidikan di awalnya, maka peluang untuk terjadi berbagai distorsi bahkan kepercayaan pada diri anak lebih tinggi. Dalam konteks Negara kita, pendidikan dalam keluarga menjadisemakin terasakan urgensinya, ketika kita mendapatkan kenyataan buruknya kondisi kehidupan saat ini. Masih tingginya tingkat kenakalan remaja, korupsi, penyalahgunaan wewenang dan jabatan, penyimpangan moral,  dan ini menandakan belum bagusnya kualitas pendidikan, termasuk di dalam keluarga.

 

            Mengutip dari lirik lagu Saujana di atas, betapa sebenarnya pendidikan di dalam keluarga itu menjadi tempat pertama meluahkan kasih sayang, karena kasih saying ini merupakan modal terbentuknya karakter yang baik tersebut. Betapa muara kerinduan kasih sayang itu ada pada kecintaan di antara anggota keluarga.

 

            Sungguh beruntung dan berbahagialah orang tua yang telah mendidik anak-anak mereka sehingga menjadi anak yang shalih, yang selalu membantu orang tuanya, mendoakan orang tuanya, membahagiakan mereka dan menjaga nama baik kedua orang tua. Karena anak yang shalih akan senantiasa menjadi investasi pahala, sehingga orang tua akan mendapat aliran pahala dari anak shalih yang dimilikinya.

 

 

Rasulullah shallallahu “alaihiwasallam bersabda;

 

“Apabila seorang telah meninggal dunia, maka seluruh amalnya terputus kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya.” 

(HR. Muslim: 1631).

 

            Demikian pula, kelak di hari kiamat, seorang hamba akan terheran-heran, mengapa bisa dia meraih derajat yang tinggi padahal dirinya merasa amalan yang dilakukan dahulu di dunia tidaklah seberapa, namun hal itu pun akhirnya diketahui bahwa derajat tinggi yang diperolehnya tidak lain dikarenakan doa ampunan yang dipanjatkan oleh sang anak untuk dirinya. Rasulullah shallallahu “alaihiwasallam bersabda;

 

“Sesunguhnya Allah ta”ala akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga. Kemudian dia akan berkata, “Wahai Rabb-ku, bagaimana hal ini bisa terjadi padaku? Maka Allah menjawab, “Hal itu dikarenakan doa yang dipanjatkan anakmu agar kesalahanmu diampuni.” 

(HR. Ahmad: 10618. Hasan)

 

            Oleh karena pentingnya pembinaan dan pendidikan sang anak sehingga bisa menjadi anak yang shalih, Allah ta”ala langsung membebankan tanggungjawab ini kepada kedua orang tua. Allah ta”ala berfirman dalam sebuah ayat yang telah kita ketahui bersama:

 

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” 

(Q.S. At Tahrim: 6)

 

            Demikian pula, Rasulullah shallallahu “alaihiwasallam memikulkan tanggungjawab pendidikan anak ini secara utuh kepada kedua orang tua. Dari Ibnu radhiallahu “anhu, bahwa dia berkata, Rasulullah shallallahu “alaihiwasallam bersabda;

 

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggunjawabannya dan demikian juga seorang pria adalah seorang pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” 

(HR. Bukhari: 2278).

 

Diantara Pendidikan Nilai, salah satunya adalah nilai keimanan

 

            Pendidikan keimanan merupakan pondasi yang kokoh bagi seluruh bagian-bagian pendidikan. Pendidikan keimanan ini akan membentuk kecerdasan spiritual. Komitmen iman yang tertanam pada diri setiap anggota keluarga akan memungkinkan untuk pengembangan potensi fitrah dan berbagai bakat. Yang dimaksud dengan keimanan adalah keyakinan akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha Melihat perbuatan manusia, Tuhan Yang Maha Membalas perbuatan manusia, Tuhan Yang MahaAdil dalam memberikan hukuman dan pembalasan, Tuhan Yang Maha Mengetahui segala apa yang tampak dan tersembunyi. Inilah hakikat iman yang paling fundamental. Sehingga setiap orang merasa dirinya senantiasa berada dalam pengawasan dan pemeliharaan Tuhan.

 

            Perasaan inilah yang menjadi sebuah landasan imunitas bagi setiap manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Seorang ayah, misalnya... dia akan bekerja dengan benar untuk menghidupi keluarganya karena merasa diawasi oleh Tuhan Yang Maha Melihat, Allah SWT. Seorang pejabat akan melaksanakan amanah dengan benar, tidak menyalah gunakan wewenang walaupun ada banyak kesempatan terbentang di hadapannya karena dia yakin bahwasanya adaTuhan yang mengawasinya.

 

"...Gemetar raga sekujur badan

Melihat dosa di hadapan"

 

            Penanaman nilai-nilai keimanan dalam keluarga merupakan pengamalan Pancasila khususnya sila pertama. Apabila iman sudah tertanam dengan kuat, akan melahirkan pula kepatuhan manusia terhadap hukum dan aturan yang datang dari Tuhan-nya.

 

            Semua hukum dan aturan yang diberikan oleh Tuhan untuk manusia adalah untuk kebaikan kehidupan manusia menjadi "Qonun Nashr"  undang-undang dan menghindarkan manusia dari kerusakan. Keluarga  yang dibiasakan dan dilatih untuk mentaati hukum dan aturan dari Tuhan, maka kehidupan yang terbangunakan dapat berada pada jalan yang benar. Keimanan adalah hidayah terindah dari Allah dan oleh karenanya perlu dijaga sebaik mungkin. Sebagaimana lirik indah berikut dapat melukiskannya;

 

Iman adalah mutiara

Di dalam hati manusia

Yang meyakini Allah

Maha Esa, Maha Kuasa

 

Tanpamu iman bagaimanalah

Merasa diri hamba padaNya

Tanpamu iman bagaimanalah

Menjadi hamba Allah yang bertaqwa

 

Iman tak dapat diwarisi

Dari seorang ayah yang bertaqwa

Ia tak dapat dijual - beli

Ia tiada di tepian pantai

 

Walau apapun caranya jua

Engkau mendaki gunung yang tinggi

Engkau berentas lautan api

Namun tak dapat jua dimiliki

Jika tidak kembali pada Allah

Jika tidak kembali pada Allah


(Nasyid Iman Mutiara - Raihan)

 

            Lebih jauh lagi, bahwa keimananakan membentuk pemikiran dan cara pandang yang khas, yaitu manusia dalam memandang segala sesuatu dengan perspektif ketuhanan, menghamba dan hanya berharap belas kasih dari Allah SWT serta mensyukuri nikmat-Nya karena begitu yakin akan pedoman yang ada pada Al Qur”an, akan semakin banyak bersyukur maka Allah akan tambahkan nikmat-Nya.

 

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"

(QS. Ibrahim ayat ke-7)

 

            Sebagai penutup, mari para orang tua rangkul anak kita. Dekap dengan pendidikan keluarga yang diimpikan, penuh rasa … Sakinah … Mawaddah … Rahmah. Aamiin …


Wallahualam


Penulis :

Agus Soesianto, S.Pd.I
(Praktisi Pendidikan, Kepala Sekolah SD Islam Baabut Taubah)





Ayo share artikel ini melalui sosial media kamu dengan klik salah satu tombol di sebelah kanan layar. Terimakasih & Semangat Berwakaf Amazing People!

Komentar

Silakan Masukan Komentar ...