Refleksi Hari Pendidikan Nasional "Perbaiki Bangsa, Perbaiki Pendidikan"
Memasuki
millenial ketiga, bangsa Indonesia masih dihadapkan dengan sejumlah persoalan besar
dan multi dimensional. Semua persoalan itu berujung pada satu persoalan utama,
yakni masih jauhnya bangsa Indonesia dari cita-cita pembangunanya itu mencapai masyarakat
yang adil, makmur dan sejahtera.
Di
antara tumpukan problem itu, ada satu masalah yang mesti diberi garis tebal yakni
masih minimnya kualitas SDM bangsa.
Karena rendahnya kualitas sumber daya manusia akan memberikan dampak dan
pengaruh besar pada aspek lain yang strategis. Tentu saja yang dimaksud kualitas
sdm tidak sekadar diukur dari capaian-capaian keilmuan dan penguasaan di bidang
ilmu pengeahuan dan teknologi. Ada aspek
lain dari kualitas sdm yang perlu dibenahi yakni perbaikan akhlak dan penguatan
karakter bangsa, yang saat ini masih menjadi pekerjaan rumah yang terbengkalai.
Padahal ini adalah amanah konstitusi dan undang-undang.
Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang sistempendidikannasional di dalam pasal 3
menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasioanal adalah“mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab”.
Amanah UU di atas menyebutkan secara eksplisit bahwa manusia yang ingin dicetak
adalah manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia dan karakter positif lainnya.
Saat ini
semakin nyata kebutuhan bangsa Indonesia akan sdm yang berakhlak mulia, jujur, amanah
dan memiliki integritas. Karena masih banyaknya
problematika bangsa-utamanya di bidang politik dan ekonomi yang disebabkan oleh
rendahnya moralitas, hancurnya integritas, hilangnya kejujuran dan tergadainya profesioanalitas
dari orang-orang yang diamanahi rakyat untuk
mengelola negara. Morat-maritnya ekonomi dan kotornya wajah hukum dan politik kita
lebih disebabkan karena menipisnya amanah dan tanggung jawab yang kemudian berdampak
terhadap keterpurukan bangsa secara keseluruhan.
Di akar rumput
(masyrakat) problematika tidak kalah berat. Tingginya angka kriminalitas menjadi
bukti tercerabutnya nilai-nilai religiusitas dari masyarakat yang dikenal agamis.
Belum lagi dekadensi moral yang melanda remaja, pemuda danpelajar yang sangat memprihatinkan.Semuanya
terjadi karena memudarnya nilai-nilai moral dan akhlak pada sebagian masyarakat.
Oleh sebab
itu pembenahan akhlak dan penguatan karekter haruslah menjadi garapan yang
prioritas. Saya sangat setuju dan mendukung penuh kebijakan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Nadiem Makarim yang menjadikan survey karakter sebagai salah satu
indikator kelulusan pengganti Ujian Nasional. Terlepas dari pro dan kontra dihapuskannya
Ujian Nasional, kebijakan survey karakter ini akan semakin menegaskan tentang urgensi
akhlak dalam pembangunan sdm bangsa. Namun kebijakan yang “baik” ini haruslah dijabarkan
dalam implementasi yang komprehensif dengan melibatkan semua pihak dilapangan dan
dikawal secara serius.
Implementasi
yang dimaksud adalah adanya keinginan kuat dari negara –bukan hanya kementrian pendidikan
dan kebudayaan untuk menghadirkan keteladaan dalam semua aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara. Semua perangkat Negara dan aparaturnya haruslah memberikan contoh
tentang berakhlak mulia saat menjalankan amanahnya. Integritas harus menjadi ukuran
utama dipilihnya seorang pejabat disamping kapabilitas. Karena keteladanan dari
seorang pemimpin tentu saja akan memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan
akhlak masyarakat. Keteladanan inilah yang pernah dipertontonkan oleh pendiri bangsa
diawal kemerdekaan dan menjadi catatan emas sejarah bangsa.
Keteladanan
itu juga harus hadir didalam institusi pendidikan baik pendidikan dasar,
menengah dan pendidikan tinggi. Banyaknya kasus yang mencoreng wajah pendidikan
seperti kekerasan oleh guru kepada siswa atau sebaliknya, tawuran,seks bebas dan
penggunaan narkoba di kalangan pelajar salah satunya disebabkan oleh minimnya keteladanan
dari guru dan tenaga kependidikan yang lain - dengan (tentusaja) tidak menafikan
adanya guru-guru yang baik dan bisa diteladani-.
Dan yang
tidak boleh dilupakan adalah menciptakan keteladan di dalam rumah tangga. Karena
pendidikan di dalam rumah adalah dasar dari tebentuknya akhlak seseorang. Di
sinilah semuanya bermula. Dari rumahlah semua
orang belajar apa saja tentang kehidupan. Di rumahlah setiap orang belajar tentang
kasih saying dan kekerasan, tentang kemurahan hati dan kebakhilan, penghargaan dan
penghinaan, kejujuran dan kebohongan. Rumah adalah sekolah pertama dan ayah ibu
adalah guru pertama bagi setiap anak. Oleh sebab itu perbaikan akhlak dan pembentukan
karakter juga harus dilakukan oleh setiap rumah tangga Indonesia, dimana keteladanan
orang tua menjadi pilarnya.
Ada tiga momentum yang bisa dijadikan lompatan untuk
perbaikan bangsa ini. Dan momentum itu ada
di depan kita semua : hari pendidikan nasional tanggal 2 Mei, bulan ramadhan
yang mulia dan wabah covid 19. Hal ini bukanlah sebuah kebetulan, tetapi adalah
skenario Allah SubhanahuWataala untuk menyadarkan bangsa ini akan jati dirinya
sebagai bangsa yang berketuhanan, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Oleh
karena itu setiap anak bangsa harus menjadi teladan bagi lingkungan sekitarnya
agar nilai-nilai kebaikan menular dengan cepat mengalahkan penularan virus covid
19 sehingga bangsa ini segera bangkit dan keluar dari krisis.
Selamat hari pendidikan, selamat beribadah ramadhan, semoga wabah ini cepat berlalu.
Penulis :
Ahmad
Baidhowi Hasan. S.Pd
(Trainer & Motivator BKB NURUL FIKRI)
Komentar