Sejumput Gundah Ayah

Sejumput Gundah Ayah


    Saat Irwan berjalan menuju parkiran motor di pabriknya sore itu, ia terbayang wajah sedih istrinya karena akan mendengar kabar PHK dirinya yang begitu mendadak ia dapatkan. Terbayang wajah ekspresi kecewa dua anaknya yang mungkin tidak akan mendapat Bika ambon lagi di setiap akhir pekan seperti biasanya.


    Ketika ia hendak memakai jaket didekat motornya, ia juga teringat janjinya kepada bang Udin ojek pangkalan yang menjadi langganan antar jemput sekolah anaknya yang masih kelas 2 SD ; “InsyaAllah akhir bulan nanti, saya akan bawakan jaket baru buat abang ya!”

Sore itu, Ia harus pulang membawa segala perasaan yang berkecamuk didalam dadanya.

 

    Selesai hidupkan mesin  motornya selama 3 menit, ia pun menarik gas motornya. Hari-hari sebelumnya Irwan biasa menjalankan motornya dengan semangat sekali, ini terlihat dari kecepatan rata-rata diatas 50 km/jam di speedometernya. Tetapi sore itu ia menjalankan motornya hanya dengan kecepatan rata-rata dibawah 30 km/jam saja, pelan-pelan sekali. Didalam perjalanan ia memaksa otaknya berputar keras, apa yang akan ia lakukan esok hari setelah tak bekerja lagi? Karena ia tak mau membuat istrinya bertanya “Bang Irwan kok ga berangkat kerja?”.Ia juga berfikir bagaimana membayar cicilan rumahnya yang berukuran 5 meter x 6 meter di bulan-bulan berikutnya, karena ia tak ingin keluarganya tinggal di kontrakan lagi. Meski matanya menatap jalan aspal didepannya, tapi fikirannya tertuju pada beban-beban rutin yang biasa Ia hadapi.

 

    Ketika sampai dipersimpangan jalan, Irwan melihat seorang tukang kerupuk yang sedang istirahat dipinggir jalan. Entah apa yang menuntun tangan Irwan, sehingga ia mengarahkan kemudi motor Honda Varionya mendekati tukang kerupuk tersebut. “Assalamualaikum bang!” Salamnya mencoba membuka percakapan. “Alaykumussalam warahamatullaah. Kenapa pak? Ada yang bisa saya bantu?” Jawab salamBang Rahmat sang tukang kerupuk sambil berdiri dan kemudian menyodorkan tangannya tanda hangat menyambut Irwan. “Ini bukan tukang kerupuk biasa”, guman Irwan dalam hati karena begitu ramahnya Bang Rahmat menyambutnya. Beberapa detik kemudian dialogpun terjadi antara mereka berdua, Sesekali mereka tersenyum bersama. “Jadi ini bukan dagangannya bang Rahmat sendiri?MasyaAllah..jadi untung perharinya berapa bang?” tanya Irwan setelah ia tau nama tukang kerupuk itu. “Alhamdulillah pak, yang penting cukup untuk makan anak-anak saya setiap hari” jawab bang Rahmat dengan senyum tulusnya. Di akhir pembicaraan Irwan pun meminta sesuatu kepada bang Rahmat setelah ia curhat tentang PHK nya “Bang, boleh ga besok ajak saya? Saya mau ikut jualan kerupuk”. “Silahkan pak” jawab bang Rahmat ringan seolah ingin membuat Irwan senang.

 

    Alhamdulillah menjelang azan maghrib Irwan sampai di depan rumah mungilnya. Sore itu dirinya ingin  menyembunyikan perasaannya dan kemudian memaksa dirinya bisa tersenyum untuk 2 malaikat kecil yang biasa menyambutnya. “Ayaaaaaah…..!” Nisa dan Rizki adiknya berhamburan keluar rumah, berlomba mendekati ayah mereka. Lari-lari kecil dan senyum mereka menjadi obat penawar gundah hati ayahnya sore itu, sehingga Irwan tak kesulitan melebarkan sudut bibirnya. Kali ini Irwan agak lama  memeluk dan mencium kedua anaknya itu, seakan ingin mengatakan “Yang sabar ya nak!”. Irwan tak sadar ternyataRatih (istri Irwan) sudah menunggu Irwan cukup cukup lama satu meter di depan pintu. Seperti biasa, Irwan menyodorkan tangannya untuk dicium Ratih dan kemudian disusul dengan mencium kening istrinya. Saat Irwan berlalu, Ratih bertanya “Bagaimana kabar di Pabrik mas? Baik-baik saja kan?”, “Alhamdulillah” jawab Irwan sekedarnya agar tak datang lagi pertanyaan lainnya dari mulut Ratih.

 

    Malam itu Irwan lalui dengan tak banyak bicara kepada Ratih dan anak-anaknya. Selesai sholat isya, ia segera menuju tempat tidur dan membuka laptop. Kalau sudah begini,biasanya Ratih tak berani mengganggu suaminya bila tak ada keperluan penting. Karena ia tau Irwan menjalankan bisnis online nya dirumah sepulang dari kerja untuk mencukupi kebutuhan mereka walau sebenarnya Ratih juga tau kalau bisnis online suaminya kini sedang mandek. Sambil sesekali menyeruput teh manis buatan istrinya, Irwan berselancar di Internet untuk mencari peluang bisnis lainnya, walau ternyata nihil hasilnya. Sampai pukul 21.30 Ratih pun masuk kedalam kamar dan menemukan Irwan tertidur dengan posisi duduk disisi tempat tidur bagian atas sambil memangku laptopnya  yang masih menyala. Ratih kemudian mematikan laptopnya dan mengecup kening suaminya sambil berbisik pelan “Betulkan posisi tidurnya yuk mas! I love you”. Dengan mata sedikit terbuka, kemudian Irwan membetulkan posisi tidurnya.

 

    Kala subuh menjelang, Irwan sudah bangun dan lebih awal dari Ratih, “Bangun de! Kita sholat subuh berjamaah ya” ajak Irwan setelah mengecup pipi istrinya. “Tumben jam segini mas sudah rapih” jawab Ratih sambil berlalu menuju kamar mandi. “Iya de, mas ada keperluan sebelum kerja nanti” jawab Irwan dengan ekspresi khawatir istrinya akan menderaskan pertanyaan lebih banyak lagi. Benar saja, selesai sholat subuh berjamaah dan berdoa Ratih pun meluncurkan pertanyaan lain “Keperluan apa mas?”. Sambil melipatkan sajadahnya Irwan menjawab dengan jeda waktu aak lama “Ada bisnis baru”. “Alhamdulillah” balas Ratih dengan melemparkan senyum manisnya ke wajah suaminya yang tak berani menatap istrinya berlama-lama. “Jangan sampai Ratih tau kalo aku akan berjualan kerupuk!” Gumam hati Irwan setelahnya.

 

    Karena ia tak ingin ketinggalan bang Rahmat berangkat ke pabrik kerupuk, sarapan Irwan pagi itu hanya makan sebutir telur rebus dan teh manis buatan istrinya saja. Selesai mencium kedua anaknya yang masih tidur, Irwan pun memacu motornya dengan sedikit tergesa-gesa menuju persimpangan jalan tempat Irwan bertemu bang Rahmat kemarin sore. Lima menit setelah sampai dipersimpangan, ia pun melihat dari kejauhan motor Honda Supra bang Rahmat sudah mendekat. Dengan ciri khas dua kantung besar disamping kanan-kiri belakang motornya, bang Rahmat pun melaju motornya dengan dua bibir yang selalu bergerak karena wiridnya.

 

    “Assalamualaikum pak Irwan” ucapnya bersemangat, “Alaykumussalam warahmatullah” jawab Irwan senang karena ia tak perlu menunggu lama kedatangan Rahmat. Jam ditangan Irwan sudah menujukkan Pukul 06.15, sesuai denggan janji mereka bertemu ditempat itu. “Ayo bang, kita lansung berangkat”, “Iya pak, tapi 15 menit nanti kita berhenti sebentar di masjid Agung yang kita lewati ya?!” jawab Rahmat dengan senyum khasnya. “Pabrik kerupuknya dekat masjid Agung?” Tanya Irwan memastikan. “Pabriknya masih 15 menit lagi dari Masjid Agung pak” Bang Rahmat menjelaskan walau Irwan masih terlihat bingung ; “Mau apa bang Rahmat di Masjid nanti??”

 

    Kurang lebih 15 menit berikutnya, mereka pun sampai di Masjid Agung. Lalu bang Rahmat segera memarkir motornya kemudian berjalan menuju tempat wudhu. “Ooo mungkin bang Rahmat mau sholat Dhuha” gumam Irwan. Irwan masih menunggu diteras masjid sambil membuka HP Andorid Redmi terbaru miliknya. 15 menit berlalu, bang Rahmat pun keluar dari dalam masjid sambil berbicara kepada seseorang diHP nya “Apa kabar kak?... Adik sudah sarapan dan mandi kan ya?....Kakak masak apa pagi ini?...Kak, tolong bantu adikmu nanti saat setor hapalan Qur”an ya! Ayah mungkin agak telat pulangnya karena ayah harus temani kawan ayah dulu” terdengar jelas oleh Irwan suara bang Rahmat, membuat Irwan mudah menduga bahwa bang Rahmat sedang berbicara kepada anaknya.

 

Irwan : “Itu anak abang?”

Rahmat : “Iya, anak saya yang kedua, Zidni namanya.”

Irwan : “Usia berapa bang?”

Rahmat : “Tahun ini ia masuk di usianya yang ke 11. Ibrahim adiknya Zidni 6 tahun”

Irwan : “Yang pertama?”

Rahmat : “Yang pertama Muhammad namanya, kalau masih ada sekarang usianya sekitar15 tahun”

Irwan : “Lho memang sudah meninggal?”

Rahmat : “Betul, 2 tahun lalu Muhammad menyusul ibunya yang sudah wafat terlebih dulu”

Irwan : “Innalillaahi wainnaa ilaihi rooji”uun…maaf ya bang. Jadi Zidni dan Ibrahim hanya berdua saja dirumah? Bang Rahmat ga khawatir apa?”

Rahmat : “Ga apa-apa pak, saya hanya khawatir dengan akhirat mereka.”

 

    Deg…Seketika dada Irwan seperti di pukul sebuah hantaman yang keras. Karena selama ini ia tak pernah merasakan kekhawatiran yang Bang Rahmat rasakan. Selama ini Irwan hanya khawatir dengan kebutuhan dunia anak dan istrinya. Bagaimana tidak? Irwan selama ini tak pernah menanyakan kepada anak dan istrinya ; Apakah mereka sudah sholat hari ini? Sudahkah anak-anak bisa membaca AlQuran? Kenapa istrinya belum juga menutup aurat? Apakah dirinya sendiri ada rasa rindu menghadiri majlis ta”lim yang dulu sering ia hadiri? Tiba-tiba dalam fikiran Irwan adalah NERAKA. Asthfirullah…hati Irwan pun menangis, Irwan kini menunduk mendengar cerita bang Rahmat.

 

Rahmat :“Walau Zidni dan Ibrahim berdua saja dirumah tapi Alhamdulillah mereka sangat mandiri. Mereka ingat sekali dengan  pesan bundanya”

Irwan : “MasyaAllaah…emang apa pesan istri abang?”

Rahmat : “Istri saya sering bertanya sama anak-anak ; “Mau ga kita bersama-sama lagi di akhirat nanti?” dan  selalu dijawab sama anak-anak ; “Mau dong bunda, kan kami sayang ayah-bunda”. Terus disambung lagi oleh almarhumah tentang pesannya Imam Syafi”i ; “Kurangilah kesenanganmu didunia, agar berkurang kesedihanmu di akhirat”. 

 

    Setelah itu Irwan meminta kepada bang Rahmat untuk menunggunya diteras Masjid Agung ; “Sebentar ya bang…saya mau sholat sunnah dulu” niat Irwan melakukan sholat taubat.

 

MasyaAllah…

 

#CeritaBahagiaKakDimas

#ParentingBahagiaKakDimas


Penulis :

Kak Dimas

(Pendongeng nasional)





Ayo share artikel ini melalui sosial media kamu dengan klik salah satu tombol di sebelah kanan layar. Terimakasih & Semangat Berwakaf Amazing People!

Komentar

Silakan Masukan Komentar ...

Artikel Terkait


Donasi