Idul Fitri Ditengah Pandemi
Makna Idul Fitri
Idul Fitri artinya kembali berbuka, walau ada yang
mengartikan kembali kepada kesucian, mengingat setelah kita melaksanakan ibadah
shaum di bulan Ramadhan, dimana Allah menjanjikan rahmat dan magfirah serta
pembebasan dari api neraka, menyebabkan setiap kaum muslimin yang telah
menjalankan ibadah di bulan Ramadhan, ia akan Kembali kepada kesucian,
sebagaimana hadits nabi
من صام رمضان إيمانا
واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه (متفق عليه)
“
Barang siapa yang shaum
di bulan Ramadhan dengan dasar Iman dan mengharapkan pahala akan diampuni segala
dosa perdosaanya. “ (Muttafaq Alaihi).
Namun
belum tentu semua orang yang shaum
mendapatkan
ampunan dari Allah dan tak semua yang mendapatkan ampunan dari Allah dikatakan telah
bersuci.
Disamping
itu, kata fitruالفطر
dengan dhommah ro berbeda dengan الفطرة dengan fathah ro. Kata
Al-Fitru dekat dengan makna berbuka sebagaimana hadits nabi :
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ،
وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ
“Hari mulai shaum (tanggal 1 ramadhan) adalah hari di mana kalian semua melakukan shaum. Hari berbuka (hari raya 1 syawal) adalah hari di mana kalian
semua berbuka.” (HR. Turmudzi 697, Abu Daud 2324, dan dishahihkan Al-Albani).
Apapun
makna idul fitri, setiap orang beriman tentu mengharapkan setelah mereka menjalankan
ibadah di bulan Ramadhan sebulan penuh mengharapkan dapat ampunan dan penyucian
dari dosa-dosanya.
Ujian Yang Sangat Berat
Idul fitri tahun ini, berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya, begitu istimewa, luar biasa. Idul Fitri yang biasanya diwarnai
kegembiraan, saat ini justru diwarnai keprihatinan, bahkan bayang-bayang
ketakutan menyelimuti setiap warga yang akan melaksanaan ibadah shalat Idul
Fitri, khawatir terkena virus corona yang sangat menakutkan.
Idul Fitri kali ini, sungguh merupakan ujian yang sangat
berat, disamping suasana yang sangat tak biasa, juga melaksanakanya sungguh
memerlukan perjuangan yang luar biasa. Terutama di wilayah atau daerah yang sudah ditetapkan sebagai
zona merah atau kuning. Sangat susah melaksanakan shalat idul fitri, selain
karena ada kekhawatiran, juga ada larangan dari pihak pemerintah.
Kalau kita tafakuri pada hakikatnya semua yang terjadi di
muka bumi ini adalah ujian bagi kita semua, tak terkecuali virus corona yang
melanda dunia saat ini. Ini merupakan ujian bagi keimanan kita
dan amalan kita. Allah berfirman,
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ (2الملك)
“ Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian
siapa diantara kalian yang paling baik amalnya dan Dialah yang maha gagah dan
maha pengampun “ (QS. Al-Mulk ayat 2)
Tujuan
dari ujian ini tentu dalam rangka meningkatkan kualitas maupun kuantitas dari amalan
kita. Beribadah di saat pandemic tentu berbeda dengan beribadah di saat biasa-biasa
saja. Mengingat tingkat kesulitan dan juga kekhawatiran akan tertimpanya penyakit
ini, mengakibatkan banyak diantara manusia yang menahan diri.
Maka
hanya orang-orang yang terpilihlah yang dapat melaksanakan ibadah ini ditengah bencana
covid19 yang sedang melanda.
Pahala Yang Besar
Karena pelaksanaanya butuh pengorbanan yang besar, maka idul fitri kali ini
mempunyai fadilah dan keutamaan yang sangat besar pula. الجزاء من جنس العمل bahwa balasan itu sejenis dengan amalnya. Kalau
amalannya besar, tentu pahalanya juga besar, jika amalnya susah maka pasti balasanya
juga akan sangat susah dalam arti akan sangat istimewa.
Untuk mendapatkan pahala yang besar dari Idul Fitri kali ini dibutuhkan sikap dan keimanan kita terhadap musibah pandemic ini. Ada empat kategori sikap manusia ketika ditimpa musibah, tergantung pada sejauhmana keimanan dan keyakinannya terhadap taqdir Allah ini.
Kategori pertama adalah mereka yang tingkat keimananya paling rendah, bahkan mungkin tidak ada keimanannya. Biasanya kelompok ini adalah mereka yang tidak percaya pada taqdir dari Allah SAW. Mereka adalah kelompok orang yang selalu berkeluh kesah terhadap setiapkeadaan. Mereka selalu mengadu namun bukan kepada Allah tempat mengadu melainkan kepada sesame manusia. Mereka selalu meratapi hari-hari bahkan tidak jarang bertindak diluar batas sewajarnya untuk melampiaskan amarah atas takdirnya yang buruk yang mereka terima.
Kategori kedua adalah mereka yang bersabar sabar atas semua musibah yang mereka terima dengan cara menahan diri
dari melakukan hal-hal yang mengundang amarah Allah Subhanahu Wata’ala.
Menahan lisan dari berucap kata yang tidak disukai Allah. Mencegah perbuatan dari
perkara yang dimurkai Allah.
Dalam sebuah hadits Rasulalah mengungkapkan kekagumanya pada orang-orang
yang sabar ini, beliau berbersabda:
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ
كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ
أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ
صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR: Muslim)
Kategori ketiga adalah mereka yang ridho dan berlapang atas semua musibah yang menimpanya. Mereka yang ridho terhadap musibah yang menimpanya sangat menyadari bahwa semua yang terjadi ini atas kehendak Allah. Bagi mereka, justru saat ditimpa musibah ini seolah-olah tidak merasa mendapat musibah. Ridho terhadap musibah ini tentu lebih tinggi tingkatannya dari sikap sabar tadi.
Kategori keempat adalah mereka yang senantiasa bersyukur atas semua perkara yang menimpanya. Bahkan ketika musibah seperti corona ini justru mereka
bersyukur. Aneh kedengarannya, ditimpa musibah kok malah bersyukur.
Ditimpa musibah kok malah berterima kasih. Tapi inilah memang demikian keadaannya
kelompok keempat ini. Bagi
mereka musibah
adalah sesuatu yang “mengasyikkan”. Mereka seakan menikmati musibah ini, bagaimanapun bentuknya.
Malah, kalau bisa dia berharap agar musibah itu tidak lekas hilang darinya.
Kesimpulan
Besar kecil pahala, tinggi rendahnya darajat seseorang di
sisi Allah, ditentukan dengan sikap mereka ketika mendapatkan taqdir dari
Allah. Pertanyaanya, di posisi manakah kedudukan kita dari musibah corona yang
menimpa saat ini, tergantung keinginan dan upaya kita untuk didudukan di
peringkat mana yang kita inginkan. Allahu A’lam.
Komentar