Menjual Mimpi
Serius nih ?
Begitu
mungkin pertanyaan mas bro n mba sis sekalian membaca judul dongeng kali ini.
Jual barang atau jasa yang nyata aja susah, perlu modal, perlu ketrampilan,
perlu market, perlu ini, perlu itu, perlu ono, dsb. Lhaa, ini kok malah diajak
menjual mimpi ? Ngimpii kali ya ?
Pernah denger tentang
Sunda Empire gak ?
Atau pernah denger atau
baca berita investasi abal abal gak ? Arisan berantai, Dimas Kanjeng atau yang sejenisnya ?
Pasti pernahlah ya.
Itu semua kan
hakekatnya juga jualan mimpi. Mimpi yang gak jelas. Mimpi tipu-tipu. Nikmat
membawa sengsara.
Tapi bukan itu yang
kita bahas.
Yang kita bahas adalah
mimpi yang jelas, terukur dan menjadi sumber inspirasi.
Dalam bahasa manajemen
disebut obsesi.
Dalam bahasa agama
Islam disebut thumuhat.
Alkisah hiduplah
seorang yang bernama Hans Wilsdorf yang lahir di negara Jerman tahun 1881.
Pada Tahun 1900 ia magang di perusahaan ekspor arloji yang terletak di La Chaux De Fonds., Swiss. Saat umur 24 tahun dia memutuskan untuk membuat perusahaan arloji sendiri yang dinamakan Wilsdorf & Davies yang didirikan pada tahun 1905 di london.
Hans bermimpi untuk menciptakan sebuah merek jam tangan nya sendiri yang akhirnya dia memutuskan untuk nama jam tangan Rolex sebagai mereknya dan pada tahun 1910 mendapatkan pengakuan resmi dari biro officiel di Bienne, Swiss. Tahun 1920, Rolex pindah dari London ke Jenewa, Swiss.
Pada tahun 1925 Hans menghabiskan dana 100.000 franc untuk beriklan di majalah berita inggris dan memberikan jaminan tentang kualitas arlojinya yang terjaga. Pada tahun 1926 Rolex Oyster yang terkenal itu muncul.
Karya besar ini dimulai dari mimpi, dan uniknya arloji ini dibuat oleh orang
Jerman, yang belajar membuat jam di Swiss,
dibuat di Inggris awalnya, dengan merek yang berasal dari bahasa
Spanyol, dipalsukan di China dan kemudian dipasarkan di seluruh dunia . Rolex juga mendapatkan gelar sebagai arloji
yang paling banyak dipalsukan di muka bumi ini.
Ketika ditanya
wartawan, “Tuan, bagaimana prospek industri jam tangan ke depan ?”
Hans menjawab : “Maaf,
Rolex bukan industri jam tangan.”
“Lalu industri apa ?”
“Industri kemewahan.
Yang kami jual adalah kemewahan, prestise, harga diri. Dengan memakai Rolex
seseorang akan merasa lebih percaya diri, lebih diperhitungkan oleh koleganya.”
Di kesempatan lain
seorang pengusaha kosmetika berkata : “Di pabrik kami memproduksi kosmetika.
Tapi di konter konter penjualan kami menjual mimpi. Mimpi untuk tampil lebih
cantik dengan kosmetika produk kami, lebih anggun dan berwibawa, lebih
dipandang oleh kolega bisnisnya dan sebagainya. “
Nah, dah mulai dikit
paham kan, mas bro n mba sis ?
Rolex menjual mimpi
tentang kemewahan.
Kosmetika menjual mimpi
tentang tampil kinclong.
Kita umat Islampun juga
menjual mimpi tentang surga.
Walaupun belum ada yang pergi ke surga terus balik lagi ke dunia, tapi kita senantiasa berkeyakinan bahwa surga itu adalah tempat yang keindahannya, kenyamanannya, suasananya tidak bisa digambarkan dengan kata kata bahkan oleh seorang pujangga kaliber dunia sekalipun. Itulah yang kita jual, mimpi. Yakni berdakwah mengajak sebanyak-banyaknya manusia dapat memasuki surga.
Ketika dalam Perang Khondaq, pada saat kaum muslimin yang hanya berjumlah sekitar 3.000 orang, dikepung di Kota Madinah oleh 10.000 pasukan gabungan koalisi Quraisy, dalam keadaan tertekan dan mencekam Rasulullah saw menanamkan obsesi (thumuhat) kepada kaum muslimin dengan sabdanya yang terkenal : “Telah aku lihat kunci perbendaharaan harta Kisra raja Persia, dan raja Romawi berada di tangan kaum muslimin.”
Dan
itulah yang menjadikan sumber inspirasi di kemudian hari oleh para Sahabat
untuk merealisasikannya, walaupun Rasulullah telah wafat.
Ulama Mesir Hasan Al
Bana berkata : “Mimpimu hari ini adalah kenyataan di hari esok. Dan kenyataanmu
hari ini merupakan mimpimu hari kemarin.”
Ayoo, jualan mimpi !
Wallahu alam.
Penulis
:
Drs.
Totok Prasojo
Komentar
Abdul Gofur
2020-06-14 15:06:12 ReaderMimpi adalah satu hal terindah. Ketika sudah bertemu Alloh SWT di Jannah