Islamic Social Finance
Latar Belakang
Ibadah Puasa
merupakan ibadah terpenting terpenting di bulan Ramadhan. Puasa secara langsung
akan merubah pola konsumsi umat Islam, yaitu menurunnya konsumsi individu yang
berpuasa. Secara makro, hal ini akan menurunkan konsumsi agregat, khususnya
barang-barang kebutuhan pokok. Di samping puasa bulan Ramadhan terdapat anjuran
yang sangat kuat untuk berderma, seperti memberi makan orang yang berbuka
puasa. Hasil akhirnya adalah terjadi efek saling meniadakan, konsumsi orang
kaya menurun, konsumsi orang miskin meningkat.
Dengan
demikian, tujuan akhir yang ingin dicapai Ramadhan adalah pemerataan konsumsi
melalui consumption- transfer dari kelompok kaya ke kelompok miskin
sehingga proporsi konsumsi kelompok miskin dalam konsumsi agregat akan
meningkat. Dengan demikian, tidak akan ada tekanan permintaan yang mendorong
kenaikan harga-harga (demand-pull inflation). Distribusi konsumsi yang
lebih merata, akan menekan masalah-masalah sosial di masyarakat seperti
kelaparan, kurang gizi dan gizi buruk pada anak hingga tingkat kematian bayi,
serta meningkatkan kohesi sosial. Namun
kenyataan yang ada sebaliknya konsumsi kelompok kaya tidak menurun, bahkan
meningkat pesat. Akibatnya, terjadi kenaikan permintaan barang dan jasa secara
signifikan sehingga mendorong inflasi. Dan yang paling keras terpukul oleh
kenaikan harga ini jelas adalah kelompok miskin. Transfer konsumsi dari
kelompok kaya ke kelompok miskin juga tidak berjalan mulus. Alih-alih
meningkat, proporsi konsumsi kelompok miskin justru menurun tergerus oleh
inflasi.
Kemiskinan merupakan masalah global,
sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai
keadaan hidup. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan
komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif,
dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah
"negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada
negara-negara yang "miskin". Pada dasarnya, Definisi dan Cara
Pandang terhadap apa itu sebenarnya Kemiskinan, tergantung pada motif dan latar
belakang pihak-pihak yang membangun definisi tersebut.
Salah satu
instrument dalam filatropi Islam yang dipandang memiliki kemampuan dalam
meningkatkan kohesi sosial secara istimroriyah adalah perkuatan ekonomi wakaf.
Potensi wakaf tunai yang dihimpun dari beberap lembaga amil zakat nasional
lebih dari ratusan miliar dan akan terus bertambah setiap tahunnya. Sementara
wakaf tanah berdasarkan sumber BWI mencapai 430 juta hektar dan jika
dikapitalisasi sebesar mencapai Rp 2000 Trilyun, suatu jumlah yang luar biasa
jika benar-benar dioptimalkan akan mempercepat pertumbuhan angka IPM (Indeks
Pembangunan Manusia). Komponen IPM antara laian Pendidikan, Kesehatan dan
Ekonomi berbanding dengan jumlah dan kondisi social masyarakat di Indonesia tidak dapat dicukupi oleh peran pemerintah
melalui APBN setiap tahunnya melinka perlunya instrument lain diluar APBN dalam
hal ini adalah Filantropi Islam yang dianggap sangat kokoh dan memungkinkan
adalah ekonomi wakaf khususnya wakaf produktif.
Ekonomi wakaf berbeda dengan ekonomi konvensional, pengembangan ekonomi
wakaf berakar dari kepercayaan terhadap Tuhan yang menciptakan bumi dan langit
serta seluruh isinya untuk kepentingan semua manusia. Ekonomi wakaf bernilai transendental tinggi, tidak akan
menjadi sarana pencucian dosa atau tameng dari agenda tersembunyi, dan bukanpula kegiatan insidental. Ia memiliki peran penting dalam pendidikan. Kesehatan dan
perekonomian masyarakat. Peran penting pertama terkait peningkatan pendidikan
masyarakat: semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat akan semakin
meningkatkan suatua peradaban bangsa ini, kedua peningkatan kesehatan
masyarakat melalui jaminan social kesehatan yang menjangkauhingga pelosok
daerah, dan ketigapengentasan kemiskinan melalui perluasan pasar kerja efektif
yang mendorong perkuatan daya beli masyarakata.
Instrument
Ekonomi Wakaf adalah mekanisme transfer dari kelompok kaya(Muwakif)ke kelompok Nazir yang memiliki kualitas
entrepreneurshipyang berkesinambungan. Di saat yang sama, instrument Ekonomi
Wakaf akan berperan sebagai jaring pengaman sosial masyarakat yangsangat efektif. Dengan adanya transfer dana
produktif dari kelompok kaya (muwakif) ke kelompok sasaran yang dimobilisasi
lembaga-lembaga wakaf maka akan terjadi multiflayer efekberupa peningkatan-peningkatan
baik dari sisi ekonomiberupa permintaan barang dan jasa yang umumnya adalah
kebutuhan dasar. Permintaan yang lebih tinggi untuk kebutuhan dasar masyarakat
terkait ekonomi wakaf ini, akan mempengaruhi komposisi produksi barang dan jasa
yang diproduksi dalam perekonomian, sehingga akan membawa pada alokasi sumber
daya menuju ke sektor-sektor yang lebih diinginkan secara sosial. Hal ini akan
meningkatkan efisiensi alokatif dalam pendidikan, kesehatan dan perekonomian.
Landasan Teori
Waqaf, berasal
dari bahasa Arab al-wqf bentuk masdar
(kata benda) dari kata kerja waqafa
yang berarti menahan, mencegah, menghentikan dan berdiam di tempat. Kata al-waqf juga semakna dengan al-habs bentuk masdar dari kata kerja habasa, dan istilah waqf pada awalnya menggunakan kata “alhabs”, hal tersebut diperkuat dengan adanya riwayat hadist yang
menggunakan istilah al habs untuk waqf, tapi kemudian yang berkembang
adalah istilah waqf dibanding istilah
al-habs, kecuali orang-orang Maroko yang masih mengunakan istilah al habs untuk waqf sampai saat ini.
Wakaf adalah
sebentuk instrumen unik yang mendasarkan fungsinya pada unsur kebajikan (birr),
kebaikan (ihsan) dan persaudaraan (ukhuwah). Ciri utama wakaf
yang sangat membedakan adalah ketika wakaf ditunaikan terjadi pergeseran
kepemilkan pribadi menuju kepemilikan masyarakat muslim yang diharapkan abadi,
memberikan manfaat secara berkelanjutan. Melalui wakaf diharapkan akan terjadi
proses distribusi manfaat bagi masyarakat secara lebih luas. Mengeser ‘private benefit’ menuju ‘social benefit
Hadits riwayat
Imam Muslim dari Ibn Umar, ia berkata: “Umar mempunyai tanah di Khaibar,
kemudian ia datang kepada Rasulullah saw. meminta untuk mengolahnya, sambil
berkata: Ya Rasulullah, aku memiliki sebidang tanah di Khaibar, tetapi aku
belum mengambil manfaatnya, bagaimana aku harus berbuat? Rasulullah bersabda:
Jika engkau menginginkannya tahanlah tanah itu dan shodaqohkan hasilnya. Tanah
tersebut tidak boleh dijual atau diperjualbelikan, dihibahkan atau diwariskan.
Maka ia menshodaqohkannya kepada fakir miskin, karib kerabat, budak belian, dan
ibnu sabil. Tidak berdosa bagi orang yang mengurus harta tersebut untuk
menggunakan sekedar keperluannya tanpa maksud memiliki harta itu”.
Ibnu Hajar
menyatakan dalam Fathul Bari: ”Hadits Umar ini adalah asal dan landasan
Syari’ah pada waqaf”. Secara aplikatif
Rasulullah SAW telah mempelopori pelaksanan waqaf ini begitu juga para
sahabatnya. Bahkan Wahbah Zuhaili dalam kitab fiqihnya al-Fiqh al-Islami wa
Adilatuhu menyampaikan “tak ada seorang sahabat Rasulpun yang memiliki
kemampuan kecuali berwakaf.
Dari hadits
tersebut dapat diambil beberapa prinsip dalam berwakaf yaitu: pertama, wakaf
merupakan sedekah sunah yang berbeda dengan zakat, kedua, wakaf bersifat tetap
karena tidak boleh diperjual belikan, diwariskan atau dihibahkan. Ketiga, wakaf
harus dikelola secara produktif. Ke empat, bahwa hasil produktifitas wakaf
harus disedekahkan untuk tujuan yang baik sebagaimana dikehendaki wakif. Kelima, pengelola wakaf atau Nazir dapat
memperoleh bagian yang wajar dari hasil wakaf produktif.
Kebijakan Tentang Wakaf
Setelah
disahkannya Kompilasi Hukum Islam (KHI) melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun
1991 perkembangan wakaf di Indonesia semakin tumbuh, bahkan permasalahan wakaf
semakin mendapat tempat khusus. Pemerintah Indonesia telah mengatur kebijakan
dalam hal wakaf, UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf yang disertai dengan PP
No.42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan UU wakaf merupakan contoh keseriusan
pemerintah dalam mengakomodasi umat Islam terhadap kebijakan Wakaf yang terkait
pula terhadap kebijakan fiskal,bukan kebijakan moneterkarena trkait dengan
pengaturan pendapatan dan Belanja Negara. Namun kebijakan fiscal dalam hal
wakaf tidak dianggap sepenuhnya murni karena wakaf tidak secara langsung masuk
kedalam kas Negara. Pemerintah
memiliki peran penting dalam mengatur ekonomi Islam salah satunya tentang
wakaf. Bahkan UU No. 41 tahun 2004 telah menjadi terobosan baru dalam duni
perwakafan yang selama ini hanya melekat pada barang semata kini mulai digagas
terobasan wakaf baru dalam bentuk wakaf tunai.
Peran
penting terkait pengentasan kemiskinan. Pembebasan kemiskanan berdasarkan
instrument Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mencakup tiga variable utama yaitu
: Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi. Peran wakaf tunai sangat fleksible dan
dapat memenuhi kebutuhan akan cakupan ketiganya. Instrument wakaf Tunai adalah
mekanisme transfer dari hasil pengelolaan Lembaga Wakaf ke kelompok-kelompok
yang membutuhkan akan tiga cakupan tersebut diatas dengan tepat sasaran. Di
saat yang sama, instrument wakaf Tunai telah berperan sebagai jejaring pengaman
sosial yang efektif.
Dengan adanya
transfer pendapatan hasil kelolaan dari Lembaga Wakaf ke kelompok sasaran maka
akan terjadi yang pertama adalah peningkatan literasi pendidikan yang
berimplikasi pada kecerdasan kultural, dan kedua adalah meningkatnya jaminan
kesehatan masyarakat dan perbaikan sanitasi lingkungan yang berimplikasi pada
menurunnya angka kematian, dan ketiganya meningkatnya permintaan barang dan jasa dari kelompok sasaran,
yang umumnya adalah kebutuhan dasar. Permintaan yang lebih tinggi untuk
kebutuhan dasar masyarakat terkait wakaf tunai ini, akan mempengaruhi komposisi
produksi barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian, sehingga akan
membawa pada alokasi sumber daya menuju ke sektor-sektor yang lebih diinginkan
secara sosial. Hal ini akan meningkatkan efisiensi alokatif dalam perekonomian.
Di Indonesia, potensi Ekonomi Wakaf sangat besar, akan tetapi belum mampu mengangkat kelompok miskin keluar dari jurang kemiskinan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh perilaku orang-orang kaya yang masih amat karikatif, yaitu berorientasi jangka pendek, de-sentralistis dan interpersonal. Pemberian Sedekah sering dilakukan dalam bentuk konsumtif, dilakukan secara individual, dan tidak terorganisir dan sistemik.
Dibutuhkan upaya revitalisasi dengan menggugah
kesadaran dan sekaligus merubah perilaku orang-orang berkecukupan. Menggugah
kesadaran mereka sangat penting karena sampai kini terdapat kesenjangan yang
besar antara potensi dengan realisasi Wakaf. Selain itu dibutuhkan rekontruksi
paradigma sedekah dari sedekah personal-jangka pendek yang bersifat karikatif
menjadi sedekah institusional- jangka panjang berupa Wakaf yang lebih bersifat
pemberdayaan masyarakat. Upaya penting lainnya adalah meningkatkan kapasitas
lembaga dan pengelola wakaf. Selain untuk meningkatkan efektifititas
pendayagunaan, hal ini juga penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap lembaga pengelola Wakaf produktif.
Kesimpulan
Wakaf
merupakan instrument penting dalam meningkatkan angka IPM yang berimplikasi
kepada meningktanya kesejahteraan masyarakat meliputi Peningkatan Pendidikan,
Peningkatan Kesehatan dan Pertumbuhan Ekonomi yang brhubungan dengan permintaan
dan penawaran agregat kebutuhan pokok masyarakat.
Upaya
revitalisasi ekonomi wakaf dapat dilakukan melalui perbaikan peran lembaga
Wakaf dan perbaikan perubahan orang-orang berkecukupan dari sedekah sesaat dan
jangka pendek secara individual menjadi kesadaran berdedekah jangka panjang
melalui lembaga-lembaga wakaf yang terbina dan terpercaya.
Pengertian wakaf yang tidak dibenarkan untuk diperjual belikan, dihibah dan dimiliki individu selain hasil produktifitas wakaf yang dapat digunakan, akan menjadikan Ekonomi Wakaf ini akan semakin membesar setiap tahunnya laksana bola salju yang menggelinding dan dapat memberikan kemaslahatan social yang efektif. Dan pada akhirnya Ekonomi Wakaf ini akan menjadi stabilitas perekonomian yang kokoh suatu Negara, amiin ya mujiba syariliin.
Ust. Nur. S.Buchori, SE, S.Pd, M.Si, CIRBD
Islamic Social Finance
Komentar