Ada senyum manis dalam janji-Mu ..
Siang terik telah membuat bajuku basah demi menunggu
janji seorang sahabat yang akan bergabung dalam tim penjual lepas pada salah
satu produk. Ku tengok jam di hapeku …. “Hmmmm …. Sudah hampir setengah jam
belum datang”. Ku buka kembali pesan whatsapp yang belum dibalas dan melihat
pesan lain dalam whatsapp grup.
“Afwan Bang …. Telat, saya harus mengantar anak
ke RSCM dahulu tadi, biasa kontrol rutin….” Tiba-tiba sapa temanku
dari belakang yang membuyarkan konsentrasiku melihat pesan.
“Eh … kamu sudah datang … Tidak mengapa, kita ke
dalam saja yuk, sudah ditunggu … “ ajakku.
“Siap … “ sahut beliau dengan muka
ceria.
Aku tahu kalau sahabatku mempunyai anak yang menderita
penyakit langka dan belum ada obatnya, nama medisnya Mucopolysaccharidosis.
Sahabatku adalah adik kelas ketika kuliah dan belum memiliki pekerjaan
tetap dan istrinya juga tidak bekerja, mengurusi 6 anak dan salah satu anaknya
yang menderita sakit langka. Tidak terbayang kesibukan harian dan
berkecamuknya pemikiran orang tuanya dalam menangani masalah ekonomi dan
membesarkan anak - anaknya. Aku pernah mengunjungi rumahnya karena ingin tahu
lebih dekat sahabatku itu, Tinggal di daerah Kramat Jati dan harus masuk
gang yang hanya bisa dilalui satu motor
sepanjang kurang lebih 100 meter. Ketika
masuk terlihat sofa yang sudah terkoyak kainnya dan lemari tua serta cat
dinding yang sudah usang.
“Naik apa kesini ….?” Tanyaku ketika kami
duduk menunggu acara yang akan dimulai sekitar setengah jam lagi …
“Naik angkot bang …. Cuma satu kali
angkot dari RSCM ke Rawamangun”
“Setelah dari sini, ada acara lagi?” tanyaku kembali.
“Tidak bang … mau
lanjut pulang ke Kramat Jati”
“Anak ditinggal di
RSCM ?”
“ Iya bang …. Tadi
ada donatur luar yang bersedia membiayai pengobatan tahap kedua ini tapi mereka
mempersyaratkan jika saya tidak menerima donasi dari lembaga lain untuk
pengobatan ini” jelasnya.
Teringat ketika teman-temanku di WAG para alumni rohis
berusaha membantu dengan mengumpulkan dan mencari donasi untuk anak beliau.
Beliau menolak dengan halus beberapa donasi yang berhubungan dengan anaknya dan
menjelaskan duduk perkara penolakannya.
memang penyakit sahabatku sangat langka, hatta di dunia, belum ada obatnya dan
pengobatan yang bisa menghabiskan ratusan juta rupiah. Ajaibnya …. Selalu ada
jalan dan donatur yang sahabatku dapatkan ….
“Bang … acara sudah dimulai” tegurnya
membuyarkan lamunanku.
“Oh iya … yuk, kita masuk “ kujawab tegurannya
Kamipun berdua
memasuki sebuah ruangan pertemuan.
--------------------------------------------------------
Bada
dzuhur baru selesai pertemuan itu, setelah sholat Dzuhur berjamaah, kami
bersiap untuk pulang …
“Naik
apa pulang ?Saya mau ke arah pondok kopi, ada perlu lagi disana“ tawarku untuk
bareng pulang kepada sahabatku, jika ada arah yang sama.
“Gampang
bang…. Saya nebeng saja sampai perempatan lampu merah bang” jawabnya.
Aku
mengangguk dan mempersiapkan motor Supra yang joknya terasa panas dipanggang
teriknya matahari.
Di
perempatan lampu merah jalan Pemuda, aku lepas sahabatku menyeberang jalan yang
aku tidak tahu rencananya pulang sampai ke rumah.
--------------------------------------------------------
Bada
Isya, kubuka komputer di rumah dan membuka beberapa medsos termasuk “kepo”in
status sahabatku yang tadi pagi bertemu. Kubuka facebooknya dan kulihat salah
satu postingan tulisannya berjudul “Goceng ….” Kulanjutkan membaca tulisannya
…..
Usai
bertemu sahabat. Cek kantong tinggal Goceng, Alhamdulillah …
Dari
Pomad jalan kaki menyusuri trotoar menuju halte busway warung Jati.
di tangga penyeberangan ada seorang Ibu duduk dengan seorang anaknya dan
terlihat uang recehan didepannya, dia tampak tidak meminta-minta, hanya duduk
dan berdiam diri seraya memeluk anaknya yang tertidur, entah lelah, entah sakit
…. Jika sakit, ingin rasanya membantu untuk membawanya ke rumah sakit. Namun,
apa dayaku…
“Bu
… anaknya sakit ?” tanyaku
“Nggak
tau .. tadi nangis terus tapi sekarang sudah tidur” sambal melihat anaknya
“Oh
… semoga sehat ya bu“ lalu kuberikan
uang goceng satu satunya dikantong dan sekaligus dompetku.
Terima
kasih, pak …. Kata si Ibu itu.
Memang
tak bisa membantu dengan goceng. Setidaknya saya sudah dan terus belajar
memaksa diri untuk selalu berpihak dan ada pada posisi berbagi.
Bukan
seberapa banyak. Karena berbagi itu perintah-NYA bukan hanya saat kita lapang
saja. Saat sempitpun perintah berbagi masih wajib kita tunaikan! Bukan Allah
kejam, tapi agar kita tertempa bahwa harta hanya titipan. Dan sebaik-baiknya
titipan adalah yang kita bagikan kembali.
Bang
joy
Tulisannya
luar biasa …. Ditengah kesulitan hidupnya, beliau masih memikirkan untuk
berbagi dengan yang lain. Teringat ketika saya tanya tentang keadaan ekonominya
“Tenang bang …. Allah sudah menjamin dalam
firman-NYA, sesungguhya dalam kesulitan ada kemudahan …. Sampai diulang dua
kali, masa nggak percaya sama Allah, kalau nggak salah di surat Alam nasroh
ayat 5 sama 6” sambil tersenyum kepadaku seakan berusaha menghapus
kekhawatiranku.
Ah
… jadi ingin belajar dari motivasi dari adik kelasku ini … kubuka WA dan
kutanyakan bagaimana dia bisa kembali ke rumah hingga kutanyakan tentang
tulisan yang berjudul “Goceng”itu .
“Jadi …. uang di kantong dan di dompet sudah
bener2 habis” tanyaku penasaran.
“Alhamdulillah
bang …. Habis, nanti mau diisi sama Allah kali bang, … sama yang lebih besar”
dia menulis dengan emoticon tertawa.
“Makan di rumah gimana ?” tanyaku lagi.
“Makan yang ada aja bang … “ jawabnya singkat.
“Lho …. Kamu nggak nyiapin dirimu dan keluarga
dahulu ?” tanyaku penasaran, karena seperti bertentangan dengan ilmu ekonomi.
“Saya percaya sama Allah Yang Maha Penyayang …
di surat Ar Rahman tertulis adakah balasan kebaikan selain kebaikan….
Alhamdulillah, selama ini saya mendapat donatur anak saya, kalau saya hitung-hitung
donasi dari para donatur selama ini, bisa buat beli 3 rumah bang” balasnya.
Tercekak
tenggorokanku, luar biasa Iman sahabatku terhadap janji Allah yang sudah
tertulis dalam kitab suci-NYA. Aku jadi teringat kisah Nabi Ibrahim yang
meninggalkan Siti Hajar yang sedang hamil tua di daerah yang tidak ada mata
air, tandus dan panas. Hanya kepercayaan
terhadap janji Allah SWT yang di miliki ketika suaminya, Nabi Ibrahim,
ditugaskan oleh Allah untuk pergi melaksanakan tugasnya. Ketika Nabi Ismail
lahir, Siti Hajar mencari cari air sampai harus mondar mandir dari satu bukit
ke bukit lain dan ternyata air yang dicarinya itu, dekat dengan anaknya yang
ditinggalkan sendirian, air zam-zam. Ah …. Begitulah rezeki, diuber kesana
kemari nggak taunya dapat didekat kita.
Teringat
kembali pesanorangtuaku; “Jangan ngoyo, Allah sudah atur semuanya.
Tinggal kita melaksanakan kewajiban dari-NYA dan menjauhi larangan-NYA … dan …
ingat ya, Allah akan bantu hambanya kalau sudah di ujung usaha, artinya kalau
sudah mentok banget. Jangan khawatir sama rezekimu”
“Alhamdulillah
… baiklah kalau begitu, Barakallah fiik …. “ kujawab singkat.
Ketika
aku hendak mematikan komputer dan akan keluar dari laman medsos sahabatku, terlihat
ada tulisan lain yang menarik pada halaman profilnya :
Mengisi
Jiwa di Garis Takdir.
Biasanya
anakku bertemu sahabatnya hampir tiap hari di RSCM. Dari Senin sampai Kamis
kadang Jumat. Sabtu Ahad libur.
Hampir
tiap hari menyapa dokter, perawat, petugas parkir, cleaning service, petugas
pendaftaran sesama pasien penyakit langka, dan berbagai pasien dengan bermacam
penyakit. Suasana wabah Covid19- membuat kami memutuskan menunda jadwal control
yang biasanya telah diatur.
Kala
di RSCM kami jadikan taman-taman pengisi jiwa. Tak hentinya aku dan istri
bersyukur bahwa apa yang Allah titipkan pada kami. Buah hati yang disapa dengan
Mucopolysacaridosis. Sama sekali tidak terlintas bahwa Allah salah dalam
mencipta. RSCM selain tempat berobat. RSCM juga menjadi tempat kami ditempa
untuk tetap tegar. Mengisi ulang energi jiwa.
Meski total di rumah. Hati kami masih terpaut dengan rumah sakit. Tentunya
bukan ingin sakit. Tapi ikut merasakan denyut nadi para pejuang medis di
kejauhan. Denyut nadi peduli. Tak hanya menunggu di garis takdir untuk sambut
malaikat pencabut nyawa.
Kubuat karya untuk dilelang, lelang inspiratif, salah satu cara kami mengisi
jiwa di garis takdir. Garis akhir perjuangan kami bukan semata tentang
kesembuhan anak kami dari penyakit langkanya. Namun ingin sebanyak mungkin
melahirkan kenyataan bahwa dengan segala keterbatasan kami. Kami masih bisa
berbagi. Menginspirasi dan bersinergi. Sampai mati gapai ridho Illahi. Putih
hitamnya garis takdir. Mendidik kami senantiasa bahagia dalam takdir-NYA.
Bang
Joy
Ku tatap tulisannya dan berulang kali kubaca, sambil
menyusun puzzle inspirasi …..
“Ayah …..“ teriak istriku membuyarkan
perenunganku ….
“Kenapa … ? bikin kaget aja …” tegurku
“Itu … tadi si fulanah minta tolong sama kita. Anaknya
kecelakaan dan butuh operasi utk tindakan cepat. Minta bantuan kita, pinjamin
uang sejuta saja untuk bayar DP pengobatannya. Ayah punya uangkan ….?”
Glek
….. Sejuta….? aku tahu kondisi fulanah,
seorang janda binaan istriku yang hidup dibawah garis sejahtera, ….bisa bayar
nggak dia ya? lagipula hanya itu uang untuk kebutuhan sebulan karena tidak ada
lagi tabunganku, Tanya akalku kepada hati.
“Gimana Ayah … ? Ada dananya kan … ? kasian dan
kesempatan pahala nih ….” Cecar istriku merusak logika pemikiranku.
Teringat sahabatku yang berhasil dalam ujian bab
berbaginya …. Ah mengapa tidak? Masa nggak percaya sama Janji Allah …. Lagi
pula, fastabiqul khoirot, berlomba
dalam kebajikan … sahabatku bisa, mengapa aku tidak bisa ….? ”kuyakinkan dalam
hati.
“Baik, nanti Ayah berikan …. Mumpung bulan
Ramadhan …..”janjiku
“Alhamdulillah … makasih Ayah … Barakallah fiik”kata istriku seraya
tersenyum bahagia bisa membantu sahabatnya.
Kulihat dia menelepon sahabatnya video call, kuintip dari kejauhan … tampak raut wajah binaanya yang
tersenyum bahagia dengan ungkapan haru …
“Terima kasih bunda, semoga Allah
balas kebajikan bunda beserta keluarga ….”
“Aamiin … “ Jawab istriku dengan
genangan air mata.
Terasa
lega hatiku … kuyakinkan kembali janji Allah SWT …
Hal Jaza ihsan ilal ihsan ….
Adakah kebaikan dibalas dengan kebaikan …..
“Lalu
… uang belanja nanti gimana ? masa nggak percaya sama janji Allah ?” logika manajemenku bertarung dengan hati
ketawakalan.
Ah sudahlah … Insya Allah sudah ada …. Tugasku seperti
Siti Hajar mencari lagi, Insya Allah, akan ada … ingat ya, Allah akan bantu di
ujung usaha apalagi kita berniat untuk bantu orang lain juga …. pasti Allah akan menolong orang yang membantu
orang lain …!!
Kubatalkan niatku mematikan komputer. Kualihkan layar
ke marketplace dan WAG bisnis, siapa tahu … ada rezeki lain yang bisa kubagi
kembali …. Bismillah ….
*Cerita dibuat didasarkan pada kisah nyata dengan seizin sahabat yang senang berbagi walau dalam keterbatasan.
Penulis :
Hendro
Prawidianto, S.E., M.M.
(Ketua Yayasan Bangkit Pemuda Mulya)
Komentar
Ugi sugiarti
2020-05-09 19:06:05 ReaderMasyaAllah menginspirasi sekali pak tulisannya, apalagi kalau itu truestory. Masukan pak nama merk produk motor sebaiknya ga disebut terang2an, kecuali memang sponsor 😊
Fadhillah
2020-05-09 22:10:50 ReaderMasya Allah, artikel yg keren, gaya tulisannya mengalir lancar, seperti ikut terbawa dlm alur ceritanya.. Jazakallah khairan kang Hendro, artikelnya menginspirasi.. 👍👍