Esensi Pendidikan Adalah Membaca
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ
ٱلَّذِى خَلَقَ (١)
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan," [QS. Al-’Alaq (96), Ayat 1]
Budaya
atau kebiasaan membaca merupakan pondasi kemajuan sebuah bangsa. Tingkat
kemajuan suatu negara berbanding lurus dengan tingkat budaya atau minat baca
masyarakatnya. Di setiap negara maju pasti budaya baca penduduknya sangat
tinggi. Hasil studi mengenai sejarah Negara-negara maju ternyata menunjukkan bahwa
mereka mengawali proyek peradabannya dengan membangun budaya baca
masyarakatnya.
Budaya
baca adalah instrumen fundamental dalam pembangunan untuk mengubah &
meningkatkan kualitas hidup. Hal ini mesti menjadi perhatian pengambil
kebijakan bahwa esensi pendidikan adalah membaca. Kebiasaan membaca merupakan
sokoguru pendidikan. Proyek atau program pendidikan apapun yang tidak mendorong
tumbuhnya minat baca dan tidak bisa menanamkan kegemaran membaca pada peserta
didik, maka dapat dipastikan akan menuai & mengalami kegagalan.
Di
banyak literatur menjelaskan ternyata kegiatan membaca juga dapat dijadikan sebagai
salah satu terapi untuk menanggulangi kerawanan sosial. Dapat dijadikan sebagai
penangkal bullying yang sering dilakukan anak-anak di sekolah. Sebagaimana hasil penelitian oleh
Sarah Miles & Deborah Stipek dari Stanford University School of Education,
California, Amerika Serikat. Selama enam tahun (1996-2002), meneliti dan
mengikuti perkembangan 400 anak TK & SD di Amerika untuk mengetahui tentang
hubungan antara tingkat kemampuan membaca dan sikap agresivitas siswa sekolah
dasar. Hasil penelitiannya diterbitkan dalam majalah Child Development
(Januari/Februari 2006), dimana menunjukkan bahwa pentingnya pendidikan dan
pengajaran yang efektif dalam kemampuan membaca pada peserta didik. Tidak
tertutup kemungkinan tawuran, yang sudah menjadi fenomena di Indonesia, juga
bisa ditanggulangi dengan terapi membaca, karena terindikasi para pelaku
tawuran adalah mereka yang tidak suka menbaca.
Sesungguhnya
membaca dapat memberikan spektrum manfaat yang sangat luas dalam kehidupan.
Karena ia pondasi peradaban maka sudah seharusnya menjadi prioritas
pembangunan. Apabila pondasi tidak kuat niscaya pembangunan ’tiang² penyangga’ seperti bidang hukum, sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya, tidak akan
berdiri dengan kokoh. Berkaca pada kondisi negara kita saat ini, sampai
kapanpun Indonesia tidak akan pernah beranjak maju dan selalu ’terbelakang’ apabila minat baca masyarakat belum menjadi suatu budaya atau kebiasaan. Masih
disebut ’terbelakang’ karena ’kemajuan’ yang terlihat hanya semacam fatamorgana, kelihatan
modern sebatas tampilan fisik dan atribut kemewahan, yang bisa jadi itu hanya
sekadar polesan dan pencitraan belaka. Sementara isi dan substansinya masih ’terjajah’.
Komentar